IBADAH KOLEKTIF SEMUA AGAMA MENJAGA IBU PERTIWI (Saparwadi, S. Pd., Aktivis 98 & Senior Himmah NW) -->

IBADAH KOLEKTIF SEMUA AGAMA MENJAGA IBU PERTIWI (Saparwadi, S. Pd., Aktivis 98 & Senior Himmah NW)

Saturday, August 30, 2025
Saparwadi, S. Pd; Aktivis '98 dan Senior HIMMAH NW


Hari ini saya sedih melihat kondisi negara dan bangsa Indonesia sepekan terakhir, hingga di atas motor saya menitikkan air mata. 


Dalam kesedihan dan kebingungan itu, saya bertemu dengan salah seorang senior yang juga aktivis pergerakan '98, Saparwadi, S. Pd. 


Pria yang akrab disapa Wadik ini, dulunya adalah seorang mahasiswa yang kritis dan aktif menjadi penyambung lidah rakyat, meminjam istilah Bung Karno.  


Dalam karirnya sebagai seorang organisatoris, di samping aktif sebagai pimpinan di organisasi intra kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IKIP Mataram_sekarang UNDIKMA, ia juga tergabung diberbagai Organisasi Kepemudaan (OKP). 


OKP yang pernah digelutinya antara lain, Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram (FKMM) yang sekarang menjadi Front Mahasiswa Nasional (FMN). OKP lain dimana dia juga berhimpun  adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII), ia juga tergabung sebagai kader kuning, istilah panggung PMII di dunia pergerakan. Daurah Marhalah (DM) yang merupakan program kaderisasi di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) juga kerap diikutinya. 


Menjalani karir sebagai aktivis, sosok pemberani ini juga pernah menduduki berbagai jabatan penting seperti Wakil Ketua di Komite Pemuda Nasional Indonesia (KNPI) baik di tingkat kota maupun provinsi. 


Setelah melanglang buana di berbagai ruang dan dunia pergerakan mahasiswa, tokoh aktivis pergerakan NTB ini memilih Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (HIMMAH NW) sebagai pelabuhan terakhir. 


Berbekal konsistensi pemikiran kritis yang dia punya, para pemegang kebijakan di NTB seperti Bupati, Wali Kota dan Gubernur seringkali mengundangnya secara khusus untuk dimintai pendapat dan masukan mengenai tata kelola pemerintahan yang berpihak kepada rakyat. 


Kembali pada momen perjumpaan saya dengannya hari ini (30 Agustus 2025), kami pun menyempatkan menyeruput kopi bersama sambil mengenang indahnya dunia pergerakan mahasiswa. 


Kami juga membahas perkembangan dunia aktivis dan situasi bernegara dua minggu terakhir yang sepertinya sudah kehilangan kendali. 


Diskusi mengalir membahas kondisi bangsa hari ini. Di tengah-tengah diskusi, sosok yang selalu lupa dengan waktu ketika berbincang soal negara dan kerakyatan ini, menggoreskan secercah tulisan untuk dipersembahkan kepada para aktivis muda hari ini. 


Dia pun berujar, "Zamroni boleh memuat tulisan ini agar menjadi pelajaran bagi adek-adek aktivis supaya memahami esensi nilai juang membela dan menjaga ibu pertiwi." 30/8/2025.


Berikut saya naikkan tulisannya sebagai bahan renungan bersama:


Oleh Saparwadi, S. Pd


Indonesia bukan tanah tanpa luka, bukan pula negeri tanpa cela. Namun di atas segala kekurangannya, inilah rumah kita. Tempat darah dan air mata para pendahulu menyatu demi tegaknya Merah Putih. Di rumah besar bernama Indonesia, kita tumbuh dalam beragam suku, bahasa, agama, dan keyakinan. Maka menjaganya adalah ibadah kolektif, bukan tugas satu kaum atau golongan, melainkan amanah seluruh anak bangsa.


Di tengah gaduh benturan kepentingan dan riuh silang pendapat, mari kita bertanya pada hati: apakah kita sedang membangun rumah kita, atau diam-diam membakarnya sendiri?


Ataukah kekesalan atas berbagai kebijakan yang terasa tidak berpihak kepada rakyat, mulai dari pembebasan para koruptor, ocehan para oknum legislator dan hinaan kepada guru adalah pemicu ketidakstabilan kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini. 


Di sisi lain, sulitnya ekonomi, tingginya angka pajak dan melambungkan gaji DPR terasa tidak masuk akal. 


Dalam Islam, menjaga persaudaraan dan kedamaian.


"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya pada kezaliman." Bahkan kepada sesama manusia yang berbeda iman, Islam mengajarkan adab mulia: “Dan janganlah kamu mencela Maka tidak ada ruang bagi kebencian, apalagi kekerasan.


Dalam Kristen, kasih adalah jantung keimanan. “Barang siapa tidak

 mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” Mencintai negeri dan sesama, adalah jalan menuju Tuhan.

Dalam Hindu, ajaran Dharma menuntun umat hidup dalam harmoni dan mengusir kebencian, demi keseimbangan jagat.


Dalam Buddha, kedamaian batin dan welas asih adalah jalan menuju kebijaksanaan yang sejati.


Dalam Konghucu, nilai Li dan Ren, tata krama dan kasih sayang adalah fondasi kehidupan bersama yang tertib dan penuh hormat.


Wahai para pemuda dan mahasiswa, engkaulah penjaga tapal batas zaman. Jangan biarkan amarah memadamkan cahaya akal dan nurani. Lawanlah ketidakadilan dengan kebijaksanaan, bukan dengan amuk dan kehancuran.


Mari kita rawat Indonesia, bukan dengan saling menyalahkan, tapi saling menguatkan. Karena bila negeri ini roboh, reruntuhannya akan menimpa kita semua.


Menjaga Indonesia adalah ibadah. Maka mari kita mulai, dari hati yang jernih dan dari diri sendiri. #Indonesia #DPR

TerPopuler